Hi quest ,  welcome  |  sign in  |  registered now  |  need help ?

Kasus Terorisme Ba'asyir dari Masa ke Masa

Written By Boy on Rabu, 15 Juni 2011 | 16.55

Abu Bakar Ba'asyir

Usia Abu Bakar Ba'asyir tidak muda lagi. Umurnya sudah berkepala tujuh, 73 tahun. Dalam perjalanan hidupnya, rentetan kasus pernah menjeratnya.


Di masa tuanya, Ba'asyir kembali terlilit kasus dengan tuduhan terlibat dalam gerakan teroris di Nangroe Aceh Darussalam (NAD). Hari ini, Kamis, 16 Juni 2011, ia akan mendengarkan vonis dari majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Ba'asyir atau biasa juga dipanggil Ustaz Abu dan Abdus Somad lahir pada tanggal 17 Agustus 1938 di Jombang, Jawa Timur. Dia adalah seorang tokoh Islam keturunan Arab yang merupakan salah satu pendiri Pondok Pesantren Islam Al Mu'min bersama dengan Abdullah Sungkar pada 10 Maret 1972 dan saat ini Ia bertindak sebagai pengasuh Pondok Pesantren Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah.

Berlatar belakang sebagai santri di Pondok Pesantren Gontor, Ponorogo, Jawa Timur pada sekitar tahun 1959, Ba'asyir kemudian menamatkan kuliahnya di Fakultas Dakwah Universitas Al-Irsyad, Solo Jawa Tengah pada tahun 1963. Kariernya sebagai aktivis Islam dimulai saat ia berstatus sebagai mahasiswa dan bergabung dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Solo.

Ia selanjutnya menjabat sebagai sekretaris Pemuda Al-Irsyad Solo dan kemudian terpilih menjadi ketua Gerakan Pemuda Islam Indonesia pada tahun 1961 serta terpilih menjadi ketua Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam. Pasca mengakhiri statusnya sebagai mahasiswa, Ba'asyir kemudian mendirikan Pondok Pesantren Al-Mu'min bersama Abdullah Sungkar, Yoyo Roswadi, Abdul Qohar H, Daeng Matase, dan Abdullah Baraja yang kemudian Ia didaulat untuk memimpin pondok pesantren tersebut.

Namun, perjalan hidup Ba'asyir tidak berjalan dengan tenang. Dia terlibat dalam berbagai kasus, bahkan Ia pernah melarikan diri dan tinggal di Malaysia selama 17 tahun atas penolakannya terhadap penerapan asas tunggal Pancasila pada masa Orde Baru tahun 1982.

Pengadilan
 1983
Pada tahun 1983, Abu Bakar Ba'asyir ditangkap bersama dengan Abdullah Sungkar. Ia dituduh menghasut orang untuk menolak asas tunggal Pancasila. Ia juga melarang santrinya melakukan hormat bendera karena menurut dia itu perbuatan syirik. Tak hanya itu, ia bahkan dianggap merupakan bagian dari gerakan Hispran (Haji Ismail Pranoto) salah satu tokoh Darul Islam/Tentara Islam Indonesia Jawa Tengah. Di pengadilan, keduanya divonis 9 tahun penjara.

1985

Ketika kasusnya masuk kasasi, Ba'asyir dan Sungkar dikenai tahanan rumah pada 11 Februari 1985. Saat itulah Ba'asyir dan Abdullah Sungkar melarikan diri ke Malaysia. Kemudian pada tahun 1999, sekembalinya dari Malaysia, Ba'asyir langsung terlibat dalam pengorganisasian MMI yang merupakan salah satu dari Organisasi Islam baru yang bergaris keras. Organisasi ini bertekad menegakkan Syariah Islam di Indonesia.

2002
Pada 10 Januari 2002, Kejaksaan Negeri (Kejari) Sukoharjo, akan melakukan eksekusi putusan kasasi Mahkamah Agung terhadap pemimpin tertinggi MMI tersebut. Akan tetapi, pada 19 April 2002, Ba'asyir menolak eksekusi atas putusan Mahkamah Agung (MA), dan kemudian ia pada 20 April 2002 meminta perlindungan hukum kepada pemerintah apabila ia dipaksa menjalani hukuman sesuai putusan kasasi MA tahun 1985.
Sebab, dasar hukum untuk penghukuman Ba'asyir, yakni Undang-Undang Nomor 11/PNPS/1963 mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Subversi kini tak berlaku lagi dan pemerintah pun sudah memberi amnesti serta abolisi kepada tahanan dan narapidana politik (tapol/napol).

Selanjutnya, pada 8 Mei 2002, Kejagung akhirnya memutuskan tidak akan melaksanakan eksekusi terhadap Abu Bakar Ba'asyir atas putusan Mahkamah Agung (MA) tersebut.

Namun, Ba'asyir belum bisa bernapas lega. Dia kembali dikaitkan dengan aksi terorisme, pada 18 Oktober 2002, Ba'asyir ditetapkan tersangka oleh polisi menyusul pengakuan Omar Al Faruq kepada Tim Mabes Polri di Afghanistan juga sebagai salah seorang tersangka pelaku pengeboman di Bali. Ia terbukti tidak bersalah, namun Ba'asyir tetap dijerat dengan pasal pemalsuan KTP dan akhirnya divonis 1,5 tahun penjara oleh Mahkamah Agung.

2003
Kemudian, pada 28 Februari 2003, Ba'asyir kembali dituduh terlibat peledakan bom Malam Natal tahun 2000, berencana membunuh Presiden Megawati dan mencoba menggulingkan pemerintahan yang sah atau makar.

2004
Tahun berikutnya, Ba'asyir kembali berurusan dengan hukum. Tepatnya pada 30 April 2004, selepas dari Rutan Salemba, Ba'asyir ditahan kembali di Mabes Polri dengan tuduhan terlibat bom Marriott I dan bom Bali II.

2005
Tepatnya pada 3 Maret 2005, Ba'asyir dinyatakan bersalah atas konspirasi serangan bom Bali pada tahun 2002 dan divonis 2,6 tahun penjara, akan tetapi ia dinyatakan tidak bersalah atas tuduhan terkait dengan bom pada tahun 2003.

Selanjutnya, pada peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 2005, masa tahanan Ba'asyir dikurangi 4 bulan dan 15 hari dan kemudian Ia dibebaskan pada tanggal 14 Juni 2006.

2010
Dan yang terbaru, Senin, 9 Agustus 2010 Baasyir kembali ditangkap di Kota Banjar, Jawa Barat dalam perjalanan menuju Jawa Tengah dengan tuduhan terlibat dalam gerakan teroris di Nangroe Aceh Darussalam (NAD). Ba'asyir dituntut pidana seumur hidup dalam sidang Senin, 9 Mei 2011.

JPU mengatakan, Ba'asyir dianggap telah terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal penyediaan dana pelatihan militer di Aceh.

0 komentar:

Posting Komentar